Minggu, 14 September 2014

DINAS LUAR KOTA

Akhir Februari 2014 kantor gw dapet proyek gitu di seluruh Sumatera. Nah kebetulan gw dapet daerah utara (emang selalu seperti itu dari dulu :(  .... )
Tepatnya gw ditempatin di Medan. Tim kerja gw terdiri dari 3 orang : gw (paling ganteng), ilal, dan Gunawan.
Singkat Cerita, setelah sekian hari full kerja (tanpa hari libur, termasuk PEMILU LEGISLATIF) kita bertiga mulai jenuh.
Hari itu kebetulan gak tau knp tiba2 aja gw kepengen liat yang namanya "Danau Toba".
Kebetulan juga temen2 gw setuju sama ide gw.
Kita gak langsung berangkat gitu aja, akhirnya kita rencanain beresin salah satu kerjaan dg cepat (Lembur Mode On)
Nah dari hasil "ngelembur" itu kan kita jd punya space waktu untuk lanjut pekerjaan, di hari itulah kita liburan

Danau Toba dikelilingi banyak kabupaten/kota, tapi tujuan yg gw maksud adalah "Rantau Prapat".
Perjalanan dari Medan Kota ke Rantau Prapat hampir sama kaya dari Jakarta ke Bandung, bedanya ke Rantau Prapat gak ada Tol :D

4 jam perjalanan, kita sampe kira2 jam 11 siang.
Udaranya lumayan dingin, tapi katanya dinginnya itu masih gak seberapa dibanding kota2 lain di daerah SUMUT. (Just info : seperti Brastagi dan Sidikalang, next trip gw WAJIB COBA)

Kita berenti di warung2 jajanan gitu, kaya mie, kopi, bandrek, dsb
Mirip2 Puncak gitu deh :D
Bedanya klo "Puncak Bogor" view-nya kota Bogor, nah klo ini view-nya Danau Toba, yg di tengah2nya ada pulau yang namanya "Pulau Samosir" (yang ini gw WAJIB COBA juga)

End of my Story, kita take photo buat dokumentasi
Sayangnya cuaca waktu itu kurang bersahabat, hujan rintik2 gitu lah
tp overall not bad bad banget lah hahaha

nih penampakannya :







Jumat, 07 Juni 2013

Trap office

Kawan2 gw di kantor emang pada gokil...
Yg satu magabut, selagi gak ada boss.. doi malah asik molor
Yg satu lg isengnya bukan maen, org lg asik bkin pulo malah dikagetin.
Tapi yg bkin gw ngakak, aksi ngagetin kawan gw itu gatot alias nihil.
Saking "kebo"nya tuh org, diteriakin samping kuping pun kagak bkin doi bangun.
Doi malah asik lanjutin bkin pulo sambil ngorok... ckckckck

Actor : Kribo and Kormod (nama samaran)

Comeback again

Setelah sekian lama vakum dari dunia "corat-coret" kini mulai tumbuh benih2 semangat dan inspirasi.
So.... let's do it

Minggu, 18 November 2012

Holiday at Sawarna Beach

Liburan di Sawarna...
Padahal kondisi badan lagi gak fit banget,
Kita berangkat 6 orang, tapi pulang 7 orang (kidding heheheh)
gue Si Ganteng, Yudieta (sang kekasih), Gobel, Nikita, Agus, and Minah.

Sempet garing sih...
tapi,,, lama-lama asyik juga
yaaa meskipun gak semua pantai di sana terinjak
dan gak sempet liat sunrise (karena kesiangan)
tapi kita masih sempet mengabadikan sunset-nya :D








Senin, 30 April 2012

Lirik Lagu

kalo mau cari lirik lagu, klik


follow me @galuh_muhamad klik
add my facebook 'Galuh Muhamad Nur' klik
my email : galuh.muhamadnur@yahoo.com

Minggu, 24 Juli 2011

PART 1-9 (DRAFT)


mozaik 1
Buah Simalakama




Hidup adalah pilihan. Pilihan antara baik dan buruk, depan balakang, kiri dan kanan, hidup dan mati. Semuanya merupakan pilihan. Baik atau buruknya kehidupan bergantung pada diri kita sendiri. Tak ada yang lebih mengerti hati kita selain kita sendiri.
Adakalanya pilihan bak buah simalakama. Dimakan ibu meninggal, tak dimakan ayah yang meninggal. Itu pepatah lama yang menunjukkan betapa sulitnya mengambil keputusan. Suatu keputusan pasti memiliki konsekuensi.
Ustadz Sholeh mengacungkan sebilah kayu yang biasa digunakannya untuk membantunya berjalan.
“dasar anak–anak brandal tak tahu diri, mau jadi apa kalian nanti”.

XXXXXXX
Terik matahari membakar kulit. Tanah gersang tertiup angin terhempas ke wajahku. Ustadz Sholeh berdiri di depan mesjid jami Al-Ikhlas sambil membawa “iteuk”, istilah sunda untuk sebilah kayu yang biasa digunakan sebagai tongkat untuk membantu berjalan. Aku, Amir, dan Rudi bermain sepak bola di sebuah lapangan samping mesjid Al-Ikhlas. Seperti anak-anak lainnya, sepulang sekolah 



mozaik 2
“Maaf” dan “Tolong”




Pikirkan masak-masak sebelum mengambil keputusan. Jangan sampai kau terperosok ke dalam jurang kebatilan.
Itu wejangan singkat ayah yang selalu terngiang-ngiang di telingaku. Ayah adalah orang yang pelit akan kata-kata. Tak banyak bicara, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya seakan menusuk hati, menggoresnya bagai silet, dan mencabik-cabiknya bagai harimau yang menerkam rusa. Namun dibalik kepelitannya akan kata-kata dalam bicara, ayah adalah sosok dermawan akan kata “maaf” dan “tolong”. Beliau tak pernah bicara dengan kata perintah, meski perintah seorang ayah kepada anaknya merupakan hal yang lumrah dan si anak wajib untuk mentaatinya selama perintah tersebut bukan suatu keburukan. Setiap beliau melakukan perintah, ayah selalu mengawali dengan kata “maaf” dan “tolong”.
“maaf nak tolong ambilkan kacamata ayah”,
Aku sebagai anaknya merasa bangga sekaligus segan akan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Sekalipun aku sedang asyik bermain, mendengar kata-katanya yang halus bagai belaian angin laut, aku patuh akan perintahnya.
Bagiku ayah adalah sosok lelaki yang sangat sabar menghadapi kenyataan, sepahit apapun hidup ini. Kata ibu, dulu waktu aku masih di dalam kandungannya, ayah sempat di PHK dari tempatnya bekerja, tanpa mendapat pesangon sedikitpun. Namun ketabahan hatinya itu yang mampu melewati cobaan. Semangatnya bagai lilin, tak pernah hilang sedikitpun. Meski diberi cobaan yang berat, lilin hanya meleleh dan jatuh tak jauh dari tempatnya. Setelah itu, lilin kembali padat seperti semangat ayah yang tak pernah hilang.
Satu tahun ayah menjadi kuli bangunan yang kerjanya tak pernah tentu. 


mozaik 3
Buruh Pabrik



Ayah adalah seorang buruh pabrik tekstik PT KAHATEX. Beliau adalah sosok ayah yang menjunjung tinggi tatakrama. Tak jarang ia menyampaikkan pesan melalui suatu tindakan positif. Ayah bukan seorang diktator yang mengharuskanku melakukan segala sesuatu sesuai perintahnya. Namun ia memberi contoh kepadaku agar perbuatannya dapat ditiru olehku.
Setiap hari ayah harus berangkat kerja setelah shalat subuh. 



mozaik 4
Gedung Tua




Suatu hari, aku, Amir, dan Rudi bermain ke suatu desa yang sangat jauh dari kampungku. Sambil mengendarai sepeda, kami terus bermain menelusuri satu desa ke desa lainnya. Hingga suatu ketika kami beristirahat di suatu lapangan yang di sampingnya terdapat suatu bangunan tua yang tak terurus. Dengan penuh rasa penasaran aku, Amir, dan Rudi menghampiri bangunan tua tersebut.
“mir, ini gedung apa ya ?”
Amir menggaruk kepalanya, menandakan sama bingungnya sepertiku. Tak lama seorang lelaki paruh baya datang menghampiri sambil membawa sebuah golok.
“ada apa nak?”, kakek itu mengayun-ayunkan goloknya.
“ini gedung apa ya kek?”
“Oh ini gedung sekolah nak”
Kami bertiga terpaku sejenak. Lelaki tua itu adalah penjaga sekolah tersebut yang telah lama berdiri. Kami diajak berkeliling olehnya untuk melihat-lihat sambil diceritakan kisah berdirinya bangunan tua tersebut. Layaknya seorang pemandu tur, kakek itu menceritakan sejarah gedung tua dengan penuh semangat.
“sekolah ini merupakan gedung peninggalan masa penjajahan Belanda. Dahulu gedung tua ini merupakan tempat tinggal para tentara Belanda, atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Barak. Namun sejak kemerdekaan, gedung ini dikuasai oleh warga sekitar. Tapi sayangnya tak seorang pun warga di sini yang berkeinginan untuk merawat gedung ini”
Aku belum puas dengan ceritanya.
“Lantas mengapa sekarang bisa dijadikan sebagai sekolah?”
“Sejak tahun 1960, seorang pria keturunan Arab datang ke desa ini untuk mengajarkan anak-anak. Usman namanya, ia begitu peduli terhadap pendidikan. Namun perjuangannya menjunjung tinggi ilmu pendidikan tak bertahan lama karena ia wafat pada tahun 1975, dan sejak itu gedung ini tak ada lagi yang merawat. Tetapi gedung ini masih tetap digunakan sebagai tempat belajar, hingga pada tahun 1980 gedung ini resmi dijadikan sebagai sekolah dasar”
Diam-diam matahari pergi dari tatapanku. Lembayung menghiasi langit yang senja. kami bergegas pulang. Dengan mengendarai sepeda mini, kami saling berbalapan untuk sampai di rumah. Sesampainya di rumah, aku bercerita kepada ibu tentang perjalananku bersama teman-teman. Dengan penuh semangat, aku bercerita seputar perjalannanku siang tadi. Ditemani secangkir teh dan sepiring singkong goreng, kami terlarut dalam cerita.
“bu, tadi aku main ke suatu desa, di sana ada bangunan tua yang ternyata bangunan itu adalah satu-satunya sekolah yang ada di desa itu, sungguh memprihatinkan ya bu”
Bicaraku tersendat-sendat akibat singkong goreng yang berjejal di mulutku. Dengan senyumannya yang manis, ibu menanggapi ceritaku
“Makanya nak, kau harus balajar dengan sungguh-sungguh agar kelak kau menjadi orang sukses. Tak banyak orang yang beruntung sepertimu, masih bisa sekolah. Kelak jika kau sudah sukses, kau harus mengamalkan ilmu yang kau miliki agar bermanfaat bagi orang lain, terutama bagimu nak”



mozaik 5
Guru




Seperti biasa aku berangkat sekolah dengan sepeda miniku. Aku bersama dengan Amir dan Rudi berbalapan menuju sekolah. Kami adalah anak yang semangat untuk menimba ilmu. Kami meiliki cita-cita yang sama yaitu menjadi seorang guru. Bagi kami guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Oleh karena itu, kami berniat untuk mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak yang tak mampu membayar biaya sekolah. Niat tersebut telah kami mulai sejak kami duduk dibangku sekolah dasar kelas 5. Saat itu kami mengajarkan anak-anak kurang mampu di desaku. Tempat kami mengajar adalah di rumahku. Sejak itu, aku dan teman-teman menyisihkan sebagian uang jajan untuk keperluan mengajar, seperti papan tulis, kapur, buku tulis, dan buku pelajaran. Hingga lulus sekolah dasar, sanggar belajar yang kami bangun telah mengalami kemajuan, yaitu terdapatnya ruangan khusus untuk belajar dan perpustakaan gratis.



mozaik 6



Memasuki masa SMP, kami masih sekolah di sekolah yang sama. kami bertiga bertemu dengan seorang guru yang bernama Yani. Yani adalah seorang guru PNS yang berasal dari desa terpencil di kabupaten Garut. Sejak kecil, Yani telah ditinggal oleh kedua orang tuanya. Yani tinggal bersama nenek dan sepupunya. Ia adalah seorang sarjana lulusan Institut Teknologi Bandung. Yani memberikan banyak pelajaran berharga kepadaku, Amir, dan Rudi. Kami terharu mendengar kisah guruku itu. Sejak itu, sanggar belajar yang telah didirikan olehku dan teman-teman mendapatkan tenaga pengajar tambahan, yaitu Yani. Dari gaji Yani sebagai guru, dan tabunganku, Amir, dan Rudi. Kini sanggar sekolah tersebut telah menjadi gedung yang terdiri dari tiga ruangan. Kini gedung tersebut telah menjadi sebuah yayasan yang memiliki 24 siswa didik. Yayasan tersebut setara dengan tingkat sekolah dasar, namun yayasan tersebut belum memiliki izin yang resmi dari pemerintah setempat.



mozaik 7




Memasuki masa SMA, feri, Amir, dan Rudi mencoba meminta bantuan kepada pemerintah untuk mendirikan sebuah yayasan yang resmi. Izin tersebut tak mudah untuk diperoleh. Butuh waktu yang cukup lama untuk mendapatkannya. Mereka berjuang dengan sangat keras untuk mendapatkannya. Mereka dibantu oleh Yani untuk membuat proposal surat permohonan izin mendirikan yayasan. Kantor pemerintah daerah kabupaten Garut berada di pusat kota, sedangkan desa tempat mereka tinggal adalah di pelosok kabupaten Garut. Jaraknya sangat jauh, dengan mengendarai motor butuh waktu dua jam untuk tiba di pusat kota. Dan butuh waktu lima jam jika mengendarai sepeda. Namun Feri dan kedua sahabatnya tak gentar dan pantang menyerah untuk memperoleh izin dari pemerintah. Perjuangan mereka tak hanya sampai di sini. Mereka harus kembali memperbaiki proposal yang mereka ajukan karena masih memiliki kekurangan. Selain itu, mereka mengalami kesulitan untuk menemui Bupati kabupaten Garut, karena usaha mereka dipandang sebelah mata. Mereka yang masih duduk di bangku SMA dianggap tak serius dalam mendirikan sebuah yayasan. Feri terus memberikan penjelasan mengenai latar belakang niatnya untuk mendirikan sebuah yayasan. Setelah panjang lebar Feri menceritakan keadaan di desanya, akhirnya para pegawai pemerintahan merasa tersentuh dan tergugah oleh cerita Feri. Mereka seakan dibukakan mata hatinya untuk membantu masyarakatnya yang kurang mampu. Sebab selama ini, pemerintah hanya memikirkan untuk memajukan pusat kota saja, tanpa memandang desa yang cukup terpencil di kota tersebut. Dengan kerja keras dan keyakinan, akhirnya mereka mendapat izin resmi dari pemerintah daerah kabupaten Garut untuk mendirikan yayasan. Yayasan tersebut diberi nama yayasan “Pelita Harapan”. Tak hanya mendapatkan izin resmi, yayasan tersebut mendapat bantuan materi. Bantuan tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin. Diantaranya digunakan untuk membangun kelas tambahan, membeli fasilitas-fasilitas sekolah, dan membangun sebuah koperasi. Dengan tekad yang kuat dan semangat yang keras, Feri, Amir, dan Rudi terus mencari dan mengumpulkan dana untuk mengembangkan yayasan yang telah mereka bangun sejak kecil. Mereka mengelola koperasi dengan baik, sehingga mereka mendapatkan laba yang cukup besar. Selain itu, Feri dan teman-temannya berjualan kripik singkong di sekolahnya. Kripik singkong tersebut adalah buatan Euis ibu Feri. Dari hasil koperasi, berjualan kripik singkong dan bantuan pemerintah, mereka dapat membangun sebuah rumah kecil yang dijadikan panti asuhan untuk anak-anak jalanan yang yatim piatu. Panti asuhan tersebut diberi nama panti asuhan “Nurul Huda”. Anak-anak yang tinggal dipanti tersebut diwajibkan untuk belajar di yayasan. Selain itu, anak-anak tersebut diberi modal untuk membuat kerajinan yang dapat dijual. Hingga akhirnya feri, Amir, dan Rudi lulus SMA, yayasan dan panti asuhan yang didirikannya terus mengalami perkembangan. Yayasan “Pelita Harapan” telah memiliki 6 buah kelas, 1 perpustakaan, mushola, dan lapangan. Sedangkan panti asuhan “Nurul Huda” telah memiliki empat buah kamar, satu buah ruang tempat berkumpul, dan satu dapur.



mozaik 8




Selepas masa SMA pendidikan Feri tak terhenti sampai di sini, ia melanjutkan jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi negeri yaitu Institut Pertanian Bogor. Namum hal tersebut tak diikuti oleh Amir dan Rudi. Dikarenakan factor biaya, mereka lebih memilih untuk fokus menjadi guru di yayasan yang telah mereka dirikan sejak kecil. Selain mengajar di yayasan, Amir dan Rudi juga membuka toko kecil-kecilan di samping yayasan. Mereka menjualan sembako dan keperluan belajar. Feri mengambil jurusan Analisis Kimia, karena ia ingin sekali menjadi seorang peneliti yang menemukan sebuah penemuan baru yang bermanfaat bagi semua orang. Feri memiliki banyak teman baru. Teman-temannya di kampus berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Hingga akhirnya feri bertemu dengan seorang wanita yang bernama Yuni. Yuni adalah seorang wanita yang cantik, pintar, dan berhati mulia. Ia adalah anak tunggal dari pasangan Beni dan Yuli. Beni adalah seorang dokter senior yang bertugas di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sedangkan Yuli adalah seorang pengusaha di suatu perusahaan besar. Walaupun Yuni memiliki kedua orang tua yang serba berkecukupan, namun ia tetap rendah hati dan ramah kepada semua orang. Selain kerendahan hati dan keramahannya, parasnya yang cantik semakin membuat dirinya menjadi pujaan banyak lelaki di kampusnya. Walaupun banyak sekali lelaki yang sangat ingin menjadi kekasihnya, namun ia tetap memilih Feri seorang pria desa yang gaya hidupnya amat sederhana. Yuni lebih memilih Feri karena baginya Feri adalah sosok pria yang jujur dan bertanggung jawab.



mozaik 9




Saat masa liburan semester, Feri pulang ke kampung halamannya di Garut. Ayahnya yang seorang tentara, dan ibunya yang seorang pensiunan guru menyambut kedatangan Feri dengan tangis kebahagiaan. Rasa rindu terbayar sudah ketika kedua orang tuanya memeluk Feri dengan erat.
“apa kabar nak”, tanya ibu sambil mengusap air matanya.
“Alhamdulillah bu”, jawab Feri.
“bagaimana kuliahmu nak”, tanya ayah sambil memegang pundak Asep.
“Alhamdulillah pak lancar-lancar saja”
Mereka bertiga larut dalam obrolan melepas kerinduan. Masih dengan pakaiannya yang dikenakan sejak dari Bogor, Feri langsung mendatangi anak-anak panti asuhan yang sedang belajar di yayasan.
“apa kabar adik-adikku?”, teriak Feri memberi kejutan.
“baik kak”, jawab anak-anak.
Siswa-siswa dan para sahabat menyambut kedatangan Feri dangan meriah. Masa liburannya dihabiskan untuk mengajar anak-anak di yayasan.


PART 1-4 (DRAFT)


PART  1


Berlin JERMAN, tiit tiiit tiit klakson Mercy  dua pintu berwarna merah menghempaskanku ke bahu jalan. Hampir kepalaku remuk menghantam aspal. Aku tergesa-gesa pulang ke apartemen. Lari terbirit-birit seperti seorang karyawan yang hampir ketinggalan kereta.

XXXXXXXXXX

RUANG MEETING, Kriing-kriing kriing-kriing, Yakamoto menatapku sinis, keringatku menetes. Yakamoto adalah pengusaha Jepang yang hendak bekerjasama dengan perusahaan tempatku bekerja. Van Bronkhost atasanku tertunduk menahan malu. Aku lupa mematikan telepon genggamku, bahkan nada deringnya masih diset dengan volume paling keras. Seperti biasa, malam sebelum tidur aku atur alarm Handphoneku dengan suara paling keras agar aku tak bangun kesiangan. Apalagi hari ini adalah hari penting bagiku, bahkan bagi perusahaanku.
I’m sorry for my mistake. Aku matikan handphoneku. Sial, hari pentingku hancur berantakan gara-gara handphoneku. Aku melanjutkan presentasiku. Semua kesalahanku terbayar dengan senyuman Yakamoto yang puas dengan sajianku. Jabat tangan ala jepang mengakhiri pertemuanku dengan pengusaha jepang itu.
Tegukan teh hangat mencairkan keteganganku, Bronkhost menjabat tanganku, ia bangga kepadaku. Sebagai ucapan terimakasihnya, aku mendapat bonus darinya.
“congratulation”, singkat, jelas, dan padat. Itulah gaya Bronkhost lelaki berdarah Belanda yang tak kenal basa-basi. Seketika aku ingat panggilan telepon yang hampir menghancurkan karirku. Aku nyalakan handphoneku, ku lihat panggilan tak terjawab, tertulis nomor telepon dari luar negeri. Kampung halamanku, Indonesia. Hah? Indonesia. Aku bingung, setelah 2 tahun di Jerman aku tak pernah mendapat panggilan telepon dari Indonesia, selalu aku yang menghubungi ibuku di sana. Tanpa berpikir panjang, aku langsung telepon nomor itu.
Tut tut tut. Suara berat menjawab panggilanku.
Halo, Assalamu’alaikum, siapa ya?”.
Nada bicaranya terdengar sangat familiar di telingaku.
“Amir, kau rupanya yang hampir menghancurkan karirku, tahu dari mana kau nomor teleponku?”
“Alfa? My brother, apa kabar kau di sana?. Sombong sekali kau, tak pernah kau kabari aku. Aku tahu nomor teleponmu dari ibumu”
“bukannya aku sombong, tapi… nanti ku ceritakan kalau aku sudah pulang kerja”
“tunggu, ada kabar penting yang ingin ku sampaikan”




PART 2



Laptop Toshiba aku tutup dan aku masukkan ke dalam tas. Aku berjalan setengah lari menelusuri meja-meja kerja di kantorku.
Tot tok tok.
Tak ada jawaban, ku ketuk lagi pintu ruangan Bronkhost. Ku tarik gagang  pintu stanlees.
Kreek…
Bronkhost sedang asyik mendengarkan musik dari laptopnya. Rupanya headset yang menempel di telinganya yang menghalangi suara ketukan pintu.
Dengan suara lantang aku sengaja memanggilnya dari balik pintu.
Mister, I’m sorry.
Bronkhost terkesiap. Aku menceritakan tentang panggilan telepon dari sahabatku di Indonesia. Mendengar ceritaku, dengan berat hati Bronkhost mengijinkanku untuk cuti pulang ke Indonesia.

XXXXXXXXXX

APARTEMEN. Jantungku masih berdebar kencang akibat tragedi klakson Mercy tadi. Aku mengemas pakaian ke dalam tas gendong kesayanganku yang ku beli di pasar Tanah Abang, karena ku pikir perjalananku kali ini takkan lama.
Jam Rolex di tanganku menunjukkan pukul 10 pagi. Aku memasukkan visa ke dalam tas. Tak lupa aku masukkan kalung setengah hati pemberian mantan kekasihku dahulu. Kalung ini, semua kenangan itu, aakkhh lupakan… aku tak mungkin bertemu lagi dengannya.



PART 3




BANDARA XXX JERMAN. Gemuruh pesawat memekang telingaku. Di dalam pesawat aku terus memikirkan pembicaraan singkatku dengan Amir. Aku masih tak percaya dengan perkataannya itu. Namun hati kecilku mempercayainya, karena aku mengenalnya, sangat mengenalnya. Perjalanan Jerman-Indonesia tidaklah singkat. Butuh waktu 5 jam di udara untuk sampai di bandara Soekarno-Hatta. Aku mengeluarkan Novel favoritku, tetralogi Laskar Pelangi. Kisah anak Belitong yang memiliki mimpi-mimpi besar, salah satunya adalah keliling Eropa-Afrika, dan akhirnya Ikal dan Arai tokoh dalam novel itu kuliah di Universitas Indonesia. Kemudian mereka mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Negara tempat aku bekerja sekarang, Jerman. Di sini ia berteman dengan mahasiswa lainnya dengan berbagai macam sifat dan watak. Kemudian klimaks dari cerita tersebut adalah ketika niat mereka untuk menjamah Eropa-Afrika diikuti oleh teman-temannya. Ikal keliling Eropa-Afrika bukan sekedar jalan-jalan mengisi liburan musim panasnya, namun ia juga mencari wanita pujaan hatinya yang telah lama berpisah dengannya, A Ling.

XXXXXXXXXX

BANDARA SOEKARNO-HATTA. Udara pagi yang ku hirup kali ini berbeda seperti biasanya. Awan tebal menutupi sinar matahari di landasan pesawat. Aku turun dari pesawat sambil menggendong tas kesayanganku. Aku berjalan menuju ruang penjemputan. Aku melihat jam di tanganku. Kemudian aku mengaturnya dengan jam yang menempel di dingding ruang itu. Setengah jam berlalu, akhirnya aku mendengar teriakan yang sangat familiar dari arah belakang.
Alfa, my brother maaf aku terlambat.
Sambil berjalan kami berbincang sebentar melepas kerinduan. Kami menelusuri koridor Bandara menuju area parkir. Tak kusangka Amir yang ku kenal pemalas ternyata ia telah menemukan kesuksesannya. Amir mengeluarkan kunci mobilnya dari dalam saku celana. Dengan satu sentuhan, kunci otomatis mobilnya terbuka.
Pek pek
Aku terkejut setelah melihat mobil yang ia gunakan untuk menjemputku. Ternyata mobilnya sama persis seperti mobil yang hampir menabrakku kemarin pagi, Mercy dua pintu berwarna merah.



PART 4



Institut Pertanian Bogor. Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB). MPKMB adalah salah satu program perkuliahan bagi mahasiswa baru. Pagi itu aku dan mahasiswa baru lainnnya dikumpulkan di sebuah lapangan. Kemudian kami masuk ke dalam salah satu aula. Di aula itu untuk pertama kalinya aku bertemu dengan sosok wanita yang menarik perhatianku. Aku tertarik padanya, tatapannya, senyumannya, aku benar-benar tertarik pada wanita itu. Dia adalah salah satu temanku satu jurusan, yaitu Program Keahlian Analisis Kimia atau sering disingkat “Ankim”.
Acara dimulai. Dua orang kakak senior berpakaian rapi layaknya seorang pembicara di sebuah seminar. Yang pria mengenakan kemeja putih lengan panjang yang dilapisi jas hitam garis-garis putih. Celananya berwarna hitam mengkilat terbuat dari bahan sutra yang halus. Semakin bawah, sepatu pantopel hitamnya menkilap memantulkan cahaya lampu aula itu. Yang wanita mengenakan dres berwarna kuning yang dilapisi blazer hijau toska. Sepatu high heels setinggi 10 cm semakin memperindah kakinya yang mulus. Rambut hitamnya diikat kebelakang, memperlihatkan lehernya yang menjadi penyeimbang antara pikiran dan perasaan. Benda yang menggantung di daun telinganya semakin memperkuat kecantikan bola matanya.
Setelah memperkenalkan diri, mereka mulai membuka acara dengan sambutan dan yel-yel yang cukup menggelikan telingaku. Mereka pun mangucapkan selamat datang kepada kami para mahasiswa baru. Dan kemudian, secara bersamaan mereka memanggil sebuah nama
Profesor doktor insinyur Zairin Junior M.Sc
Dengan serentak para dosen berdiri sambil bertepuk tangan yang diikuti dengan para mahasiswa lainnya. Gelar yang dimiliki beliau tidak menutupi kesederhanaan dan terpancar sosok yang berwibawa. Beliau memperkenalkan diri dan menceritakan sedikit perjuangan hidupnya. Beliau adalah salah satu dosen di IPB program sarjana, dan beliau pula yang mencetuskan didirikannya IPB program Diploma.

Terbaik Untukmu


memahamimu tidaklah mudah

mengerti apa maumu memang sulit

menyayangimu bukanlah hal yg mudah

aku bukan org yg pandai untuk semua itu

bkn org yg pantas tuk dibanggakan

tp aku kan berusaha tuk jd yg terbaik untukmu (GMN 2010)

Galuh Muhamad Nur